Kepemimpinan Samara Berorientasi Ridhlo Illahi
Diterbitkan: 8 December 2025
GB1

Oleh : Ir. Muhammad Ridlwan, ST. MT. IPP

Bismillahirrahmanirrahiim

Hubungan antara atasan dan bawahan yang sama-sama memiliki karakter sehat—rendah hati, tulus, dan tidak mementingkan diri sendiri—akan menciptakan suasana kerja yang harmonis dan saling menguatkan. Ketika kedua pihak memulai interaksi dengan niat baik dan sikap terbuka, dinamika kerja menjadi lebih ringan dan menyenangkan. Tidak ada rasa takut, curiga, atau kompetisi tidak sehat yang biasanya muncul dalam hubungan profesional yang kurang matang. Hubungan tersebut seperti tergambar dalam surat Ar Rum ayat 21.

وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةًۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ ۝٢١

Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah bahwa Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri agar kamu merasa tenteram kepadanya. Dia menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir. (Ar-Rum · Ayat 21)

Karakter sehat—rendah hati, tulus, dan tidak mementingkan diri sendiri—muncul dari niat yang benar, seperti tergambar pada surat Luqman ayat 18-19, yaitu mengharapkan rahmat, ridhlo, dan berkah dari Allah. Ketika seseorang menjalani peran dan tanggung jawabnya dengan niat ibadah, hati menjadi lebih jernih dan perilaku menjadi lebih terarah. Ia tidak mencari pujian atau penghargaan manusia, melainkan fokus pada bagaimana setiap langkahnya menjadi kebaikan yang bernilai di hadapan Allah.

وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِى الْاَرْضِ مَرَحًاۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْرٍۚ ۝١٨

وَاقْصِدْ فِيْ مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَۗ اِنَّ اَنْكَرَ الْاَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيْرِࣖ ۝١٩

Janganlah memalingkan wajahmu dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi ini dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi sangat membanggakan diri. Berlakulah wajar dalam berjalan dan lembutkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (Luqman · Ayat 18 – 19)

Dengan niat yang lurus, ketulusan tumbuh secara alami. Seseorang bekerja bukan untuk mendapat pengakuan atau keuntungan pribadi, melainkan karena ingin menghadirkan manfaat bagi sesama. Hati yang tulus tidak mudah terganggu oleh perubahan situasi, komentar orang lain, ataupun godaan dunia. Begitu pula sikap rendah hati, yang lahir dari kesadaran bahwa segala kemampuan dan kesempatan adalah amanah dan karunia dari Allah, bukan hasil dari kehebatan diri semata.

Sebaliknya, ketika niat didasari motivasi yang keliru—kebanggaan, kekuasaan, dan kenikmatan dunia—karakter mudah terdistorsi, seperti tergambarkan pada surat Al Hadid ayat 20. Kerendahan hati berubah menjadi ambisi, ketulusan berubah menjadi kepura-puraan, dan sikap tidak mementingkan diri sendiri berubah menjadi manipulasi. Oleh karena itu, menjaga niat agar tetap benar sangat penting untuk melahirkan perilaku yang sehat dan diridhloi Allah. Niat yang lurus bukan hanya membentuk karakter, tetapi juga menuntun kehidupan menuju ketenangan, keberkahan, dan hubungan yang lebih baik dengan manusia maupun Sang Pencipta.

اِعْلَمُوْٓا اَنَّمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَّلَهْوٌ وَّزِيْنَةٌ وَّتَفَاخُرٌۢ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِى الْاَمْوَالِ وَالْاَوْلَادِۗ كَمَثَلِ غَيْثٍ اَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهٗ ثُمَّ يَهِيْجُ فَتَرٰىهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُوْنُ حُطَامًاۗ وَفِى الْاٰخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيْدٌۙ وَّمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللّٰهِ وَرِضْوَانٌۗ وَمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَآ اِلَّا مَتَاعُ الْغُرُوْرِ ۝٢٠

Ketahuilah bahwa kehidupan dunia itu hanyalah permainan, kelengahan, perhiasan, dan saling bermegah-megahan di antara kamu serta berlomba-lomba dalam banyaknya harta dan anak keturunan. (Perumpamaannya adalah) seperti hujan yang tanamannya mengagumkan para petani, lalu mengering dan kamu lihat menguning, kemudian hancur. Di akhirat ada azab yang keras serta ampunan dari Allah dan keridaan-Nya. Kehidupan dunia (bagi orang-orang yang lengah) hanyalah kesenangan yang memperdaya. (Al-Hadid · Ayat 20)

Atasan yang rendah hati memahami bahwa kepemimpinan bukan tentang menunjukkan kekuasaan, melainkan tentang memberi arah dan dukungan. Ia mendengarkan masukan bawahannya, mau mengakui kesalahan bila perlu, dan tidak menempatkan diri seolah-olah selalu benar. Kerendahan hati seperti ini membuat bawahan merasa dihargai secara manusiawi, bukan hanya sebagai pekerja. Mereka lebih berani berpendapat dan merasa aman untuk berkontribusi. Di sisi lain, bawahan yang tulus dalam bekerja tidak sekadar menjalankan tugas demi formalitas atau sekadar memenuhi tuntutan. Ketulusan membuat mereka memberikan usaha terbaik tanpa agenda tersembunyi. Atasan pun lebih mudah mempercayai dan memberi ruang bagi mereka untuk berkembang. Kepercayaan timbal balik ini membangun fondasi yang kokoh dalam kolaborasi.

Sikap tidak mementingkan diri sendiri menjadi jembatan penting dalam menciptakan hubungan kerja yang saling menopang. Atasan yang tidak egois akan berbagi keberhasilan kepada timnya, sementara bawahan yang tidak egois tidak akan merasa keberatan membantu rekan atau mengakui peran atasan dalam keberhasilan mereka. Kontribusi setiap individu diakui sebagai bagian dari pencapaian bersama. Ketika karakter sehat diterapkan secara konsisten, rasa saling menghargai tumbuh secara alami. Atasan menghargai kerja keras dan loyalitas bawahan; bawahan menghargai perhatian dan komitmen atasan dalam membimbing mereka. Penghargaan ini tidak selalu berupa materi, namun lebih ke pengakuan, sikap yang santun, dan perlakuan yang adil. Hubungan pun terasa lebih hangat dan manusiawi, seperti tergambar pada gambar 1.

Gambar 1. Karakter sehat dan tidak sehat disebabkan perbedaan niat yang benar dan salah.

Rasa tenteram juga muncul karena masing-masing pihak tidak merasa dihakimi atau ditekan secara berlebihan. Lingkungan kerja menjadi tempat yang aman untuk belajar, memperbaiki kesalahan, dan berkembang. Ketenteraman ini sangat penting, karena karyawan yang merasa aman secara emosional cenderung bekerja lebih optimal, kreatif, dan loyal terhadap organisasi.

Pada akhirnya, hubungan atasan dan bawahan yang dibangun atas karakter rendah hati, tulus, dan tidak mementingkan diri sendiri melahirkan kepedulian yang nyata. Atasan peduli pada perkembangan dan kesejahteraan tim; bawahan peduli pada keberhasilan organisasi dan tanggung jawab mereka. Hubungan yang harmonis, aman, dan memuaskan tidak tercipta secara instan, tetapi melalui proses saling memahami dan menjaga karakter sehat dalam setiap interaksi. Dengan demikian, budaya kerja yang positif dapat terbentuk dan membawa manfaat jangka panjang bagi seluruh pihak.

Aset manusia seperti finansial, intelektual, fisik, jabatan politik, dan popularitas selalu mengalami dinamika naik turun—kadang berada pada posisi surplus, kadang juga berada pada titik minus. Tidak ada satu pun aset tersebut yang benar-benar stabil atau permanen. Ketika seseorang sedang berada pada fase surplus, ia cenderung memiliki kepercayaan diri lebih besar, akses lebih luas, dan pengaruh yang lebih kuat. Sebaliknya, ketika berada pada fase minus, ia mungkin merasakan keterbatasan, kerentanan, atau ketidakpastian. Dinamika inilah yang membentuk realitas kehidupan, bahwa kekuatan dan kelemahan seseorang bisa berubah seiring waktu.

Perubahan kondisi aset manusia ini tentu memengaruhi pola hubungan antara atasan dan bawahan, seperti tergambarkan pada gambar 2. Jika hubungan dibangun di atas karakter sehat—rendah hati, tulus, dan tidak mementingkan diri sendiri seperti yang telah dijelaskan sebelumnya—maka naik turunnya asset tidak akan merusak interaksi mereka. Atasan tetap membimbing dengan adil meski posisinya kuat, dan bawahan tetap bekerja dengan hormat meski mungkin tengah berada pada kapasitas terbatas. Namun jika hubungan bergantung pada aset dunia semata, dinamika surplus dan minus justru dapat memicu kesenjangan, kesombongan, atau ketidakpercayaan. Karena itu, karakter sehat menjadi fondasi penting agar hubungan tetap harmonis dan manusiawi meski kondisi duniawi terus berubah.

Oleh: adi
Informasi Lainnya
Scroll to Top