Disusun Oleh : Finny Pratama Putera, S.T., M.Eng
Dalam dunia Teknik Mesin, kekuatan material didefinisikan sebagai kemampuan suatu material untuk menahan beban tanpa mengalami kegagalan( deformasi permanen). Untuk membuktikan apakah sebuah material tersebut kuat atau tidak, maka diperlukan pengujian mekanik seperti uji tarik, uji tekan dan pengujian lainya. Pengujian tersebut untuk menentukan seberapa besar beban yang dapat ditahan oleh material tersebut sebelum mengalami kegagalan.
Dalam kehidupan sehari-hari, kekuatan manusia dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengatasi masalah tanpa mengalami kegagalan. Masalah dapat dialami oleh manusia saat dalam berbagai peran kehidupan, baik peran sebagai pribadi, peran dalam rumah tangga, peran sebagai anggota masyarakat, peran dalam dunia profesional dan berbagai peran lainnya. Kegagalan dalam menjalankan peran sangat ditentukan oleh kemampuan dalam menjalankan peran-peran tersebut.
Dalam Al Qur’an, pembahasan mengenai kekuatan dijelaskan secara tersirat dalam surat As Shaff ayat 1 sampai dengan ayat 4.
سَبَّحَ لِلّٰهِ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِۚ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ ١
Artinya : Apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi bertasbih kepada Allah. Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana
Awal surat As shaff menceritakan tentang alam semesta yang bertasbih kepada Allah. Langit beserta segala bintang yang menghiasi dan bumi dengan segala isinya ternyata menyatakan dan membuktikan kekuasaan dan kebesaran Allah. Apabila kita menyaksikan dan mempelajari alam semesta secera seksama, pastilah akan terasa bahwa Allah memiliki sifat Al Aziz yakni Maha Perkasa. Karena alam semesta ini tunduk patuh dengan aturan Allah. Selain itu, tampak pula kebijaksanaannya Allah karena semuanya teratur indah sekali. Sehingga sifat perkasa tidaklah manis kalau tidak disertai dengan sifat bijaksana.
Kemudian ayat ini dilanjutkan dengan ayat ke 2 dan 3 yang berbunyi
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لِمَ تَقُوْلُوْنَ مَا لَا تَفْعَلُوْنَ ٢
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (2)
كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللّٰهِ اَنْ تَقُوْلُوْا مَا لَا تَفْعَلُوْنَ ٣
Artinya: Sangat besarlah kemurkaan di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan.(3)
Awalnya dipanggillah manusia yang patuh, yakni orang yang beriman. Panggilan yang mengandung penghormatan yang tinggi. Panggilan ini disertai dengan pertanyaan yang mengandung keheranan dan keingkaran. Padahal telah mengaku beriman, tetapi mengapa masih mengatakan apa yang tidak pernah dikerjakan. Karena tentu hal tersebut tidak patut bagi orang beriman.
Syekh Jamuludin Al Qasimi dalam tafisrnya menjelaskan bahwa mengatakan hal yang tidak pernag dikerjakan adalah berdusta, dan berdusta sangat jauh dari orang yang mempunyai muruah (kehormatan diri). Muruah adalah dasar utama yang menyebabkan timbulnya iman. Iman yang asli adalah kembali kepada kemurnian jiwa (fitrah). Jika iman asli telah tumbuh maka akhlak-akhlah utama akan tumbuh dengan sendirinya. Diantara iffah yakni dapat mengendalikan diri. Kemampuan dalam mengendalikan diri akan menyebabkan timbulnya muruah. Apabila seseorang telah berbohong, itu pertanda bahwa muruahnya telah luntur. Artinya bahwa imannya telah luntur. Selanjutnya pada ayat 4 dijelaskan bahwa perkataan yang tidak sesuai dengan perbuatan sangatlah dibenci oleh Allah.
اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الَّذِيْنَ يُقَاتِلُوْنَ فِيْ سَبِيْلِهٖ صَفًّا كَاَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَّرْصُوْصٌ ٤
Artinya: Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam satu barisan, seakan-akan mereka suatu bangunan yang tersusun kukuh.
Setelah setiap mukmin meningkatkan kualitas pribadi dengan kejujuran, maka tahap selanjutnya adalah perjuangan di Jalan Allah. Perjuangan ini membutuhkan keberanian. Jalan perjuangan tidaklah mudah. Banyak rintangan dan musuhnya. Allah menyukai hambanya yang berbaris dengan teratur untuk menghadapi musuh-musuh Allah.
Orang yang perkataannya tidak sesuai dengan perbuatan maka tidak akan ada keberanian berjuang dengan sungguh-sungguh. Hal ini dikarenakan perjuangan membutuhkan kedisiplinan jiwa sebelum kedisiplinan sikap. Orang yang jujur maka akan muncul pula kekuatan untuk dapat mengendalikan diri (iifah). Dengan sifat iffah ini, maka akan muncul lahirlah karakter pokok lainnya seperti kuat dan berani sebagai karakter seorang pejuang.
Oleh karena itu, menurut penulis, manusia dengan karakter pejuang merupakan manusia yang kuat sehingga dapat mengatasi masalah dalam hidupnya sesuai dengan peran yang akan dijalankan baik peran sebagai pribadi, peran dalam rumah tangga, peran sebagai anggota masyarakat, peran dalam dunia profesional dan berbagai peran lainnya. Karakter pejuang ini semestinya akan lahir dari sifat kejujuran. Wallahu a’lam
Referensi :
Tafisr Al Azhar, HAMKA