Disusun oleh Rahmat Riza, S.T., M.Sc.ME.
1. Pendahuluan
Sebagaimana sudah diketahui bahwa ayat Al Qur’an yang pertama kali turun berupa perintah untuk membaca seperti yang tertuang pada Surah Al ‘Alaq (96) ayat 1-5 yang artinya:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajarkan (manusia) dengan perantaraan qalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
”Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat ini mengandung peringatan tentang penciptaan manusia yang berasal dari ‘alaqah dan dengan kemurahan Allah SWT maka manusia telah diajarkan apa yang tidak diketahui oleh manusia. Dengan ilmu yang diajarkan ini maka manusia telah dinaikkan derajatnya dan diberikan perbedaan dengan malaikat. Lebih lanjut, Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Surah ‘Alaq ayat (3-5) ini menunjukkan bahwa penguasaan ilmu itu ada pada tiga aspek yaitu hati, lisan dan tulisan. Penguasaan ilmu pada aspek tulisan sangat penting karena penguasaan ini menujukkan penguasaan pada aspek-aspek yang lain.
Dengan ayat ini Allah SWT menegaskan bahwa orang beriman harus mempunyai ilmu pengetahuan. Hal tersebut dimulai dengan bisa membaca. Nabi Muhammad SAW yang pada waktu menerima wahyu yang pertama ini diminta untuk membaca oleh Malaikat Jibril yang menyampaikan wahyu. Nabi Muhammad SAW diketahui saat itu tidak bisa membaca dan menulis seperti yang tertera pada Al Qur’an Surah Al A’raf ayat 157 yang artinya sebagai berikut:
“Orang-orang yang mengikuti Rasul, seorang nabi yang ummi yang mereka temukan (namanya) tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka, yang menyuruh mereka kepada yang ma’ruf dan melarang mereka dari yang mungkar, yang menghalalkan bagi mereka semua yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya, dan mengikuti cahaya yang diturunkan kepadanya. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
Dari ayat-ayat ini sudah terlihat bahwa Allah SWT memandang pentingnya ilmu pengetahuan bagi umat Islam dimana dan kapan pun mereka berada.
2. Keutamaan Orang Berilmu
Keutamaan seorang beriman kepada Allah SWT untuk mempunyai ilmu banyak dijelaskan oleh ALLAH SWT pada ayat-ayat Al Qur’an, yang antara lain pada Al Qur’an Surah [58] Mujadilah ayat 11 yang artinya sebagai berikut:
“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Di akhir ayat ini sangat jelas sekali terlihat bahwa Allah SWT meninggikan derajat orang-orang beriman yang mempunyai ilmu pengetahuan. Derajat orang-orang berilmu dijelaskan lebih lanjut oleh Allah SWT pada Al Qur’an Surah [3] Ali ‘Imran ayat 18 yang artinya sebagai berikut:
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Di ayat ini, Allah SWT menyamakan kedudukan orang-orang beriman yang berilmu dalam hal bertauhid kepada Allah SWT sama dengan Malaikat-Malaikat Allah. Orang-orang beriman akan meng-Esa-kan Allah SWT dengan ilmu yang dimilikinya. Hal ini disebabkan orang-orang beriman yang mempunyai ilmu pengetahuan bisa mengambil pelajaran-pelajaran dari perumpamaan-perumpamaan yang dituliskan oleh Allah SWT baik itu di dalam Al Qur’an maupun ciptaan-ciptaan Allah SWT.
Pada Al Qur’an Surah [2] Al Baqarah ayat 269, yang artinya sebagai berikut:
“Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siap yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang berakal.”
Allah SWT menjadikan hikmah sebagai suatu kebajikan yang bila merujuk pada tafsir Ibnu Katsir, ada beberapa riwayat yang menjelaskan hikmah pada ayat ini, salah satunya dari Lais ibnu Abu Salim meriwayatkan dari Mujahid yang mendefinisikan hikmah dari ayat sebagai ilmu, fiqih dan Al Qur’an. Dengan merujuk definisi ini, maka kita bisa melihat bahwa ayat ini menempatkan ilmu sebagai kebajikan yang diberikan oleh Allah SWT.
Di akhir ayat ini Allah SWT menjelaskan bahwa orang-orang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran atau memahami hikmah yang diberikan oleh Allah SWT. Hal ini ditegaskan kembali oleh Allah SWT di ayat lain, yaitu Al Qur’an Surah [29] Al-‘Ankabuut ayat 43:
“Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu”
Ayat ini Allah SWT menunjukkan keutamaan orang-orang berilmu yang mampu mengerti maksud dengan perumpamaan-perumpamaan ataupun pelajaran-pelajaran yang diberikan oleh Allah SWT baik yang tersurat maupun tersirat. Lebih lanjut, Allah SWT meninggikan derajat orang-orang beriman dengan ayat-ayat Al Quran seperti yang tertera pada Al Qur’an Surah [7] Al A’raf ayat 176 yang artinya sebagai berikut:
“Dan sekiranya Kami menghendaki niscaya Kami tinggikan (derajat)nya dengan (ayat-ayat) itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan mengikuti keinginannya (yang rendah), maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya dijulurkan lidahnya dan jika kamu membiarkannya ia menjulurkan lidahnya (juga). Demikianlah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah kisah-kisah itu agar mereka berfikir.”
Perumpamaan ini menunjukkan bahwa Allah SWT sangat memandang tinggi terhadap orang-orang Islam yang mempunyai ilmu. Dan umat manusia diminta oleh Allah SWT mempelajari atau memikirkan kisah-kisah yang ada Al Qur’an sehingga bisa mengambil pelajaran dari kisah-kisah tersebut. Dengan adanya pelajaran maka manusia diharapkan beriman pada Allah SWT. Dan Allah melakukan perumpamaan orang beriman dan kafir seperti yang tertulis pada Al Qur’an Surah [35] Faathir ayat 19 yang artinya:
“Dan tidaklah sama orang yang buta dengan orang yang melihat.”
Ayat ini menunjukan perumpamaan yang dibuat Allah SWT terhadap orang yang beriman dan tidak beriman bagaikan dua sisi yang saling bertolak belakang satu dengan yang lain. Perbedaan ini didapat dengan adanya ilmu pada orang-orang beriman yang bisa mengambil pelajaran dari ayat-ayat Allah.
Kemulian orang beriman yang mempunyai ilmu pengetahuan diceritakan oleh Allah SWT di ayat lain, yaitu pada Al Qur’an Surah [2] Al Baqarah ayat 247 yang arti:
“Nabi mereka mengatakan kepada mereka, “Sesungguhnya Allah telah mengangkat Talut menjadi raja kalian.” Mereka menjawab, “Bagaimana Talut memerintah kami padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedangkan dia pun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?” Nabi (mereka) berkata, “Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi raja kalian dan menganugrahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa’ Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikhendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.
Pada ayat ini Allah memilih Talut menjadi raja karena telah dianugerahi ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa. Di ayat ini jelas terlihat bahwa salah satu alasan atau faktor menjadi seorang raja menurut Allah SWT adalah mempunyai ilmu yang luas. Dengan ilmu yang luas seorang raja bisa menjadi pemimpin yang adil dan bijaksana yang tentunya akan mampu menyejahterakan rakyatnya. Raja yang mempunyai ilmu juga akan mampu mengambil keputusan-keputusan penting yang menyangkut keselamatan dan keamanan rakyatnya. Hal ini didukung oleh pernyataan Allah SWT bahwa alasan kedua Allah SWT memilih Talut menjadi raja karena mempunyai tubuh yang kuat. Ayat ini secara jelas menunjukkan bahwa ilmu yang luas dan tubuh yang kuat merupakan suatu kelebihan yang diberikan oleh Allah SWT kepada orang beriman.
3. Kewajiban Orang Beriman untuk Menuntut Ilmu dan Mengamalkannya
Ayat-ayat Al Qur’an yang dibahas sebelumnya sudah menunjukkan kedudukan orang-orang beriman yang mempunyai ilmu pengetahuan beberapa derajat lebih tinggi di sisi Allah SWT. Maka orang-orang yang mengaku beriman kepada Allah SWT sudah seharusnya menyadari pentingnya menuntut ilmu pengetahuan. Allah SWT telah memerintahkan orang-orang beriman untuk mempelajari ilmu pengetahuan di banyak ayat-ayat Al Qur’an, yang antara lain dinyatakan dengan tegas oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an Surah [9] At-Taubah ayat 122:
“Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi ke medan perang, mengapa sebagian diantara mereka tidak pergi untuk memperdalam ilmu pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya.”
Walaupun pergi ke medan perang demi agama merupakan amalan tertinggi disisi Allah SWT tetapi sebagian dari umat Islam tetap diwajibkan untuk mencari ilmu pengetahuan khususnya ilmu agama. Kewajiban ini tetap berlaku meskipun dalam kondisi perang sekalipun seperti yang dijelaskan pada ayat ini. Kondisi ini menjelaskan bahwa umat Islam harus berbagi tugas dalam kehidupan untuk membentuk masyarakat yang saling mendukung satu sama lain.
Di akhir ayat ini Allah SWT juga memerintahkan orang yang mempunyai ilmu untuk mengamalkan ilmu yang diperolehnya. Hal ini sebagai konsekuensi dari kewajiban untuk mencari ilmu. Islam sangat tidak menyukai orang-orang yang menyembunyikan ilmu seperti hadist Nabi SAW yang artinya sebagai berikut:
“Ahmad bin Budail bin Quraisy Al Yami Al Kuhfi menceritakan kepada kami, Abdullah bin Numair menceritakan kepada kami, dari Umarah bin Zadan, dari Ali bin Hakam, dari Atha dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Siapa saja yang ditanya tentang suatu ilmu yang ia ketahui, kemudian ia menyembunyikannya (tidak menjawabnya), maka pada hari Kiamat nanti ia akan diikat dengna ikatan dan api neraka.” Shahih: Ibnu Majah (264).
Terlihat jelas bahwa kewajiban menuntut ilmu bagi orang Islam diikuti juga kewajiban untuk mengajarkannya.
Kewajiban menuntut ilmu juga bisa diartikan pada perkataan Allah SWT di Al Qur’an Surah [3] Ali ‘Imran ayat 137 yang artinya sebagai berikut:
“Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah (Allah), karena itu berjalanlah kamu (segenap penjuru) bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang mendustakan (rasul-rasul)
Dan Al Qur’an Surah [20] Thaaha : ayat 114 yang artinya sebagai berikut:
“Dan katakanlah (wahai Nabi Muhammad) tambahkanlah ilmu kepadaku.”
Ayat-ayat dan hadist Rasulullah SAW ini cukup menjadi peringatan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah SWT untuk menuntut ilmu. Dengan ilmu ini, orang-orang Islam akan bertambah lagi keimanannya.
4. Ilmu Pengetahuan dan Al Qur’an
Pembahasan-pembahasan sebelumnya menunjukkan begitu banyak ayat-ayat Al Qur’an yang menjelaskan keutamaan ilmu dan derajat orang-orang Islam yang berilmu dimata Allah SWT serta kewajiban orang beriman untuk menuntut dan mengamalkan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dipandang oleh Allah SWT sebagai suatu hal yang sedemikian pentingnya sehingga tidak sedikit Allah SWT mengajarkan umat Islam baik secara langsung maupun tersirat yang pada zaman Rasulullah belum diketahui umat manusia. Bahkan, banyak dari ilmu-ilmu tersebut yang baru bisa dipahami oleh manusia dewasa ini. Beberapa ayat-ayat Al Qur’an yang berisi tentang ilmu pengetahuan yang diajarkan oleh Allah SWT untuk umat Islam dari yang paling sederhana mengenai nama-nama makhluk ciptaan Allah SWT sebagaimana dituliskan pada Al Qur’an Surah Faathir [35] ayat 28 yang artinya sebagai berikut:
“Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”
Di ayat yang lain Allah mengajarkan manusia tentang perhitungan hari sebagaimana terdapat pada Al Qur’an Surah [17] Al Isra’ ayat 12 yang artinya sebagai berikut:
“Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda (kebesaran Kami), kemudian Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang-bederang, agar kamu (dapat) mencari karunia dari Tuhanmu, dan agar kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas.”
Di ayat ini Allah SWT mengajarkan ilmu tentang hari dan perhitungannya atau sekarang dikenal dengan nama hisab dan di dunia barat disebut sebagai ilmu falak atau astronomi. Ilmu ini sangat besar manfaatnya bagi umat manusia. Manusia dengan akalnya bisa mengembangkan ilmu falak ini sehingga bisa digunakan untuk melakukan perhitungan hari secara presisi dan juga menentukan cuaca dengan ketepatan yang sangat akurat. Dua hal ini saja sudah sangat memberikan manfaat yang sangat banyak sekali kepada umat manusia seperti menentukan musim tanam pada pertanian dan waktu yang tepat untuk melaut mencari ikan ataupun antisipasi terjadinya kondisi-kondisi ekstrim seperti yang pernah dialami pada zaman nabi Allah Yusuf AS seperti yang diceritakan oleh Allah SWT di Al Qur’an pada Surah [12] Yusuf ayat 46 sampai dengan ayat 49 yang artinya sebagai berikut:
“(46) (Setelah pelayan itu berjumpa dengan Yusuf dia berseru): “Yusuf, hai orang yang amat dipercaya, terangkanlah kepada kami tentang tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk yang dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan (tujuh) lainnya yang kering agar aku kembali kepada orang-orang itu, agar mereka mengetahuinya (47) Yusuf berkata: “Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa; maka apa yang kamu tua hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan. (48) Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan. (49) Kemudian setelah itu akan datang tahun yang padanya manusia diberi hujan (dengan cukup) dan dimasa itu mereka memeras anggur.”
Ramalan yang diberikan oleh Nabi Allah Yusuf AS cukup menarik untuk dianalisis. Ada kesamaan pola yang terjadi dari kisah yang ceritakan ayat ini dengan satu ilmu yang banyak dipakai dibidang ekonomi yang berasal dari dunia barat yaitu Forecasting. Seperti yang dijelaskan oleh Makridakis dan Wheelwright bahwa Forecasting atau yang sering diterjemahkan sebagai peramalan masa depan merupakan pola dari masa lalu yang ditambahkan dengan kesalahan atau penyimpangan yang mungkin terjadi.
Hubungan kisah yang diceritakan Allah SWT di ayat ini dengan ilmu peramalan saat ini hanyalah suatu pra-analisis yang memerlukan kajian lebih lanjut. Hal ini dilihat dari definisi ilmu peramalan dan metode yang digunakan pada ilmu peramalan ini yang seperti terlihat ada kesamaan dengan kisah Nabi Allah Yusuf AS. Dewasa ini, ilmu peramalan ini banyak dipakai dalam berbagai analisis dan banyak dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan dalam berbagai ragam displin ilmu. Kesamaan ini juga terlihat pada konsep yang ada pada zero-order approximation pada deret Taylor, yaitu nilai baru sama dengan nilai sebelumnya.
Ilmu yang Allah SWT ajarkan kepada umat Islam yang terdapat di Al Qur’an tidak sedikit merupakan teknologi pada masa diturunkannya Al Qur’an (lebih dari 14 abad silam) belum bisa dipahami. Banyak juga ilmu-ilmu tersebut yang sampai saat ini masih menjadi misteri bagi umat manusia.
Salah satu teknologi yang diajarkan oleh Allah SWT kepada kaum yang beriman kepada-Nya adalah teknologi pengolahan besi seperti yang diceritakan dalam Al Qur’an pada Surah Al Kahfi [18] ayat 96 yang artinya sebagai berikut:
“Berilah aku potongan-potongan besi.” Hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, berkatalah Dzulkarnain, “Tiuplah (api itu).” Hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, dia pun berkata, “Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar aku kutuangkan ke atas besi panas itu”.
Allah SWT telah mengajarkan Dzulkarnain untuk mengolah besi dan mencampurnya dengan tembaga untuk menghadapi kaum ya’juj ma’juj. Dzulkarnain sendiri diketahui merupakan raja yang sholeh yang diberi ilmu oleh Allah SWT. Raja ini hidup jauh sebelum Rasulullah SAW dilahirkan. Kisah sang Raja diceritakan kembali ke umat Nabi Allah Muhammad SAW.
Dalam perkembangannya teknologi pengolahan besi ini sempat menjadi kekuatan umat Islam dalam masa kejayaan Islam yaitu di masa kekhalifahan. Proses pembuatan pedang dengan teknologi bermulai di abad ke-9 M dan Damaskus menjadi daerah pusat pengolahan besi. Teknologi pengolahan besi ini mengalami puncak keterkenalannya pada abad ke 12 M.
Dewasa ini, perkembangan teknologi pengolahan besi sudah beralih ke dunia barat. Banyak teknologi-teknologi tinggi yang berhasil dibangun untuk proses pengolahan besi. Hal ini sangat disayangkan karena umat Islam secara langsung diajarkan oleh Allah SWT tentang teknologi pengolahan besi ini. Kerugian yang dirasakan oleh umat Islam dengan hilangnya penguasaan teknologi pengolahan besi ini makin menjadi ketika dilihat manfaat dan kegunaan besi itu sendiri yang sangat banyak dan bisa dikategorikan sebagai komponen yang menguasai hajat umat Islam terbesar. Disisi lain, manfaat besi terhadap Islam secara menyeluruh sudah diingatkan oleh Allah SWT dalam Al Qur’an Surat Al Hadid [57] ayat 25 yang artinya sebagai berikut:
“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.”
Pada ayat ini Allah mennyatakan dengan tegas bahwa besi diciptakan-Nya sebagai bukti-bukti nyata untuk umat manusia. Besi diciptakan oleh Allah SWT dengan banyak manfaat bagi umat manusia disemua permukaan bumi. Banyak peralatan yang diperlukan oleh manusia yang unsur utamanya adalah besi dari yang paling kecil seperti baut atau mur sampai yang sangat ekstrim yaitu pesawat ruang angkasa. Semua peralatan tersebut didapat dengan cara menerapkan teknologi pengolahan logam. Teknologi pengolahan logam atau yang dikenal sebagai ilmu metalurgi sangat diperlukan untuk mendapatkan karakteristik logam yang sesuai dengan kegunaan dari peralatan atau benda yang akan dibuat.
Perkembangan teknologi besi atau yang lebih luasnya dikenal sebagai teknologi pengolahan logam sudah sangat pesat dewasa ini. Dengan teknologi yang berkembang pesat, manusia sudah berhasil menempatkan satelit buatan di atmosfer Bumi. Pada tahun 1961, manusia pertama yang berasal dari Rusia (dahulu Uni Sovyet) bernama Yuri Gagarin telah berhasil berada diluar angkasa yaitu diorbit bumi . Di tahun 1969, Neil Amstrong dan Edwin Aldrin (astronot dari USA) mengklaim menjadi manusia pertama yang sudah berhasil mendaratkan kaki ke bulan walaupun akhir-akhir ini sempat menjadi perdebatan mengenai pengakuan ini . Hal ini telah menjadi perwujudan mimpi manusia yang paling fenomenal yang pernah terjadi.
Seperti yang diketahui bahwa benda-benda luar angkasa yang bisa masuk ke atmofer bumi sangat sedikit sekali. Hal ini terjadi karena terjadinya gesekan dilapisan atmosfer bumi. Banyaknya satelit luar angkasa yang berhasil diorbitkan oleh manusia menunjukkan bahwa teknologi pengolahan besi yang berkembang di dunia barat sudah jauh meninggalkan teknologi pengolahan besi yang dulu menjadi kebanggan umat Islam di abad ke-9 M sampai dengan abad ke-12 M. Ahli logam sudah bisa menghasilkan paduan logam yang mampu menghadapi kondisi ekstrim yang terjadi pada lapisan atmosfer bumi. Keadaan yang tidak hanya mempunyai temperatur sangat tinggi juga tekanan sangat tinggi sehingga banyak membuat benda langit yang masuk ke atmosfer bumi habis terbakar. Keadaan yang ada di atmosfer bumi yang ekstrim ini mempunyai manfaat sebagai pelindung bumi dari ancaman benda-benda langit yang melintas. Dengan berhasilnya manusia melewati batasan ini menunjukkan bahwa teknologi manusia sudah berada pada tingkatan berbeda dibandingkan manusia-manusia terdahulu.
Dan pemanfaatan besi ini juga diajarkan oleh Allah SWT kepada umat Islam seperti salah satunya bentuk teknologi yang disebutkan oleh dalam Al-Qur’an adalah kendaraan yang digunakan untuk membawa Rasulullah dalam peristiwa isra’ mi’raj seperti yang firmankan oleh Allah SWT pada Al Qur’an [17] Al-Isra’ ayat 1 yang artinya:
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
Dengan ayat ini, Allah SWT memberitahu manusia ada kendaraan yang mempunyai kemampuan luar biasa khususnya pada zaman Rasulullah dimana pada zaman ini kendaraan yang dikenal paling kencang adalah kuda. Pada ayat ini Allah SWT menceritakan peristiwa isra’ mi’raj yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. Isra’ berasal dari bahasa arab yang artinya berjalan malam dimaknai sebagai perjalanan Nabi Muhammad SAW yang dilakukan pada malam hari dari Masjidil Haram di Makkah menuju Masjidil Aqsa yang berada di Palestina. Sedangkan Mi’raj yang dari arti katanya adalah naik ke atas dimaknai sebagai naiknya Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Aqsa ke Al-Arsy’ menghadap Allah SWT.
Kedua peristiwa ini hanya terjadi selama satu malam. Logika umat manusia zaman itu belum mampu menerima peristiwa Isra’ Mi’raj sehingga sempat menimbulkan pertentangan dikalangan umat Islam sendiri. Tidak sedikit dari orang-orang beriman pada zaman itu jadi ragu dan bimbang dengan keimanan mereka terhadap Allah SWT dan Rasulullah SAW. Dan sebagian lagi dari mereka akan bertambah keimanannya. Ayat ini menjadi penegas keimanan umat Islam di zaman Rasulullah SAW.
Seiring perkembangan teknologi, manusia mulai menciptakan kendaraan yang bisa terbang pertama kali Tahun 1903 . Puncak kejayaan teknologi yang dicapai manusia pada bidang pesawat terbang mengalami puncaknya pada saat berhasil membuat pesawat yang mampu melaju melebihi kecepatan suara pada Tahun 1947 yaitu pada kecepatan 1,06 Mach dimana 1 Mach sama dengan kecepatan suara. Keberhasilan ini menjadi sejarah bagi umat manusia. Perhitungan yang kompleks harus dilakukan untuk dapat melebihi kecepatan suara. Persiapan dari semua sisi harus dilakukan dengan matang, baik itu dari kendaraan, manusia dan teknik yang digunakan. Semua hal tersebut sudah harus diperhitungkan dengan teliti sebelum perjalanan dilakukan untuk menjamin keselamatan.
Keberhasilan manusia ketika berhasil terbang dengan kecepatan lebih dari kecepatan suara secara langsung membuktikan terjadinya peristiwa isra’ Rasulullah SAW yang terjadi lebih dari 14 abad yang lalu. Kendaraan yang bisa melaju dengan sangat cepat bukan suatu yang mustahil untuk dibuat. Dan pesawat terbang dengan kecepatan supersonik sudah masuk dalam tahap pesawat komersial yang bisa dilakukan setiap saat walaupun terpaksa dihentikan Tahun 2003 karena alasan polusi suara . Hal tersebut ternyata tidak membuat manusia puas dengan teknologi yang berhasil mereka kuasai. Perkembangan teknologi penerbangan berikutnya membawa manusia untuk menghasilkan pesawat terbang supersonik tanpa polusi suara dan kecepatan yang jauh lebih tinggi seperti yang dimuat oleh Telegraph .
Sedangkan untuk peristiwa mi’raj Rasulullah SAW, sebagian masih menjadi misteri. Manusia memang sudah bisa mencapai luar angkasa dengan mendarat di bulan seperti yang diklaim oleh Amstrong dan Aldrin tetapi Arsy’ Allah SWT tetap masih menjadi misteri bagi manusia seperti yang di tegaskan oleh Allah SWT dalam Al Qur’an Surah [3] Ali ‘Imran ayat 7 yang artinya sebagai berikut:
“Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur’an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Al Qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mu-tasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.”
Dengan ayat ini, Allah SWT menegaskan tidak semua hal bisa dimengerti oleh manusia. Hal terbaik dari menghadapi hal itu adalah dengan beriman kepada hal-hal yang diluar kemampuan manusia yang diturunkan kepada manusia di dalam Al Qur’an. Keimanan ini yang akan dibalas oleh Allah SWT dengan pahala yang besar sebagaimana yang dinyatakan Allah SWT dalam Al Qur’an Surah An-Nisa’ [4] ayat 162:
“Tetapi orang-orang yang mendalam ilmunya di antara mereka dan orang-orang mukmin, mereka beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu (Al Qur’an), dan apa yang telah diturunkan sebelummu dan orang-orang yang mendirikan sholat, menunaikan zakat, dan yang beriman kepada Allah SWT dan hari kemudian. Orang-orang itulah yang akan Kami berikan kepada mereka pahala besar.”
Ayat-ayat yang dibahas ini hanyalah sebagian kecil dari ilmu Allah SWT yang diajarkan kepada umat Islam dalam Al Qur’an. Masih banyak lagi ilmu-ilmu pengetahuan dan teknologi yang lain yang diajarkan Allah SWT di dalam ayat-ayat Al Qur’an baik itu secara tersurat atau tertulis secara langsung maupun secara tersirat atau secara tidak langsung.
5. Kesimpulan
Pembahasan tentang sedikit dari ilmu yang diajarkan oleh Allah SWT di dalam Al Qur’an seharusnya sudah cukup membuat kita menyadari bahwa ilmu Allah sangat luas. Tujuan utama Allah mengajarkan ilmu-ilmu yang ada di Al Qur’an hanyalah satu yaitu beriman dan tunduk kepada –Nya. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Allah SWT di Al Qur’an Surah Al Isra’ [17] ayat 107:
“Katakanlah (Muhammad), “Berimanlah kamu kepadanya (Al Qur’an) atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang yang diberi pengetahuan sebelumnya, apabila (Al Qur’an) dibacakan kepada mereka, mereka menyungkurkan wajah, bersujud,”
dalam Al Qur’an Surah [22] Al Hajj ayat 54:
“Dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu meyakini bahwa (Al Qur’an) itu benar dari Tuhanmu, lalu mereka beriman dan hati mereka tunduk kepada-Nya. Dan sungguh, Allah pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus.”
Dengan adanya ilmu maka umat manusia bisa melihat dan mempercayai bahwa Al Qur’an itu dari Allah SWT yang menciptakan alam semesta beserta isinya. Percaya dan yakin bahwa Al Qur’an berasal dari Allah SWT diharapkan dapat menjadikan manusia beriman kepada Allah SWT. Lebih lanjut, ilmu diharapkan dapat membuat manusia mengambil hikmah dan pelajaran yang ada di Al Qur’an. Hal ini ditegaskan lagi oleh Allah SWT Al Qur’an Surah Hud [11] ayat 24 yang artinya:
“Perbandingan kedua golongan itu (orang-orang kafir dan orang-orang mukmin), seperti orang buta dan tuli dengan orang yang dapat melihat dan dapat mendengar. Adakah kedua golongan itu sama keadaan dan sifatnya?. Maka tidakkah kamu mengambil pelajaran (daripada perbandingan itu)?”
Kondisi yang ada sekarang ini sungguh sangat kontradiktif dengan zaman kejayaan umat Islam dulu. Padahal Allah SWT sudah mengajarkan semua yang diperlukan umat Islam sebagaimana yang dikatakan Allah SWT dalam Al Qur’an Surah [12] Yusuf ayat 68 yang artinya sebagai berikut:
“Dan tatkala mereka masuk menurut yang diperintahkan ayah mereka, maka (cara yang mereka lakukan itu) tiadalah melepaskan mereka sedikit pun dari takdir Allah, tetapi itu hanya suatu keinginan pada diri Ya’qub yang telah ditetapkannya. Dan sesungguhnya dia mempunyai pengetahuan, karena Kami telah mengajarkan kepadanya. Akan tetapi, Kebanyakan manusia tiada mengetahui.”
Apa yang Allah SWT tegaskan dalam ayat ini sangat sesuai dengan apa yang terjadi dengan umat Islam dewasa ini dimana umat Islam tidak bisa memahami Al Qur’an yang merupakan firman-firman dari Allah SWT. Di sisi lain, orang-orang di luar Islam terus mengembangkan ilmu pengetahuan yang tanpa disadari atau tidak sejalan dengan isi kandungan Al Qur’an.
Keterbelakangan umat Islam dewasa ini sedikit banyak sama dengan kondisi yang diceritakan oleh Allah SWT saat memberitakan umat-umat terdahulu yang diberikan ayat-ayat Allah yang kemudian mereka melepaskan diri dari ayat-ayat tersebut maka kaum tersebut menjadi orang yang sesat. Berita ini dituliskan oleh Allah SWT di Al Qur’an Surah [7] Al A’raf ayat 175 yang artinya sebagai berikut:
“Dan bacakanlah (Muhammad) kepada mereka, berita orang yang telah Kami berikan ayat-ayat Kami kepadanya, kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh setan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang yang sesat.”
Manfaat lain dari ilmu pengetahuan dan teknologi yang diajarkan Allah SWT kepada umat Islam untuk menjadikan orang-orang beriman lebih bersyukur seperti yang ditulis Allah di Al Qur’an Surah [27] An Naml ayat 40:
“Seseorang yang mempunyai ilmu dari Kitab berkata, “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip. “Maka ketika dia (Sulaiman) melihat singgasana itu terletak dihadapannya, dia pun berkata, “Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mengujiku, apakah aku bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan barang siapa ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya, Mahamulia.”
Hal ini juga ditegaskan Allah SWT di ayat Al Qur’an Surah [27] An Naml ayat 15 yang artinya sebagai berikut:
“Dan sungguh, Kami telah memberikan ilmu kepada Daud dan Sulaiman; dan keduanya berkata, “Segala puji bagi Allah yang melebihkan kami dari banyak hamba-hamba-Nya yang beriman.”
Adanya rasa syukur ini dapat meningkatkan lagi keimanan kita terhadap Allah SWT. Salah satu bentuk rasa syukur itu dengan cara terus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan tujuan sebagai pembela agama Allah sebagaimana tercantum dalam Al Qur’an Surah Al Hadid [57] ayat 25 yang sudah dibahas sebelumnya.
Demikian pembahasan ini disusun untuk membuat kita saling mengingatkan dan semua yang benar berasal dari Allah SWT dan semua kekurangan dan kesalahan asalnya dari penyusun sendiri.
Wallahu’alam bisawab