[av_layout_row border=” min_height_percent=” min_height=’0′ color=’main_color’ mobile=’av-flex-cells’ id=” av_element_hidden_in_editor=’0′ av_uid=’av-rj0hcr’]
[av_cell_one_full vertical_align=’top’ padding=’30px,200px,30px,200px’ background_color=” src=” attachment=” attachment_size=” background_attachment=’scroll’ background_position=’top left’ background_repeat=’no-repeat’ mobile_display=” av_uid=’av-pnbxaz’]
[av_textblock size=” font_color=” color=” av-medium-font-size=” av-small-font-size=” av-mini-font-size=” av_uid=’av-ka7d5n28′ id=” custom_class=” admin_preview_bg=”]
Aplikasi Tribologi: Atasi Masalah pada Ban
Oleh: Dr. Muhammad Khafidh, S.T., M.T.
[/av_textblock]
[av_hr class=’custom’ height=’50’ shadow=’no-shadow’ position=’center’ custom_border=’av-border-fat’ custom_width=’80px’ custom_border_color=’#000000′ custom_margin_top=’0px’ custom_margin_bottom=’10px’ icon_select=’no’ custom_icon_color=” icon=’ue808′ font=’entypo-fontello’ av_uid=’av-26xh63′ id=” custom_class=” admin_preview_bg=”]
[av_textblock size=” font_color=” color=” av-medium-font-size=” av-small-font-size=” av-mini-font-size=” av_uid=’av-ka7d1i60′ id=” custom_class=” admin_preview_bg=”]
Gambar 1. Ilustrasi produksi kendaraan bermotor.
Pada beberapa dekade terakhir, industri kendaraan bermotor semakin bergeliat dengan meningkatnya kemampuan ekonomi masyarakat dunia. Di Indonesia, peningkatan jumlah kendaraan bermotor dapat dengan mudah terlihat dari bertambah macetnya jalan raya. Di banyak keluarga seringkali tidak hanya mempunyai satu kendaraan bermotor, tetapi mereka memilih untuk mempunyai lebih dari satu kendaraan, baik mobil maupun sepeda motor. Hal ini tidak lepas dari semakin tingginya kebutuhan mobilitas manusia untuk berpindah tempat dengan cepat.
Dalam suatu kendaraan bermotor, baik mobil maupun sepeda motor, banyak hal yang harus diperhatikan agar dapat berkendara dengan aman dan irit. Salah satu yang perlu diperhatikan adalah pemilihan ban yang sesuai dengan kebutuhan pengguna kendaraan bermotor. Setiap tahun, ada sekitar 200 juta ban di seluruh dunia yang dibuang karena sudah tidak layak pakai. Kondisi ini menjadi masalah yang cukup serius karena material karet yang digunakan dalam ban tidak dapat diuraikan dengan cepat. Oleh karena itu, banyak upaya yang dilakukan untuk meningkatkan umur pakai ban sehingga dapat mengurangi limbah ban. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menerapkan prinsip-prinsip tribologi dalam pengembangan produk ban. Tribologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang fenomena pada permukaan material ketika dua buah material saling bergesekan. Dalam ilmu tribologi, fenomena yang dipelajari meliputi gesekan, aus, dan pelumasan.
Istilah tribologi baru muncul pada tahun 1966 setelah Peter Jost, seorang insinyur Teknik Mesin di Inggris, membacakan laporan di depan parlemen Inggris bahwa apabila prinsip-prinsip tribologi diaplikasikan di Inggris, akan terjadi penghematan sebesar 550 juta poundsterling (sekitar 1,4% pendapatan bruto Inggris saat itu). Sejak saat itulah penelitian-penelitian tentang tribologi banyak dilakukan di berbagai negara, seperti Jerman dan Amerika Serikat. Menurut penelitian Holmberg dkk, keseluruhan rugi energi di dunia yang disebabkan oleh masalah tribologi mencapai 23% dari total rugi energi dunia. Dari angka tersebut, 20% merupakan rugi energi karena gesekan dan 3% merupakan rugi energi karena harus memproduksi ulang material yang aus. Angka-angka tersebut menunjukkan betapa pentingnya usaha untuk meminimalisir rugi-rugi karena prinsip tribologi yang terabaikan.
Gambar 2. Magic triangle of tire
Pada saat kendaraan bermotor dikendarai, akan terjadi interaksi antara ban dan jalan. Interaksi inilah yang menjadi salah satu fokus pengembangan ban karena interaksi ban dan jalan akan menimbulkan gesekan yang mempengaruhi konsumsi bahan bakar kendaraan, keamanan ban saat dikendarai, dan umur pakai ban. Ada tiga hal yang menjadi faktor kunci dalam pengembangan ban, yang biasa disebut dengan magic triangle of tire, lihat Gambar 2. Yang pertama adalah rolling resistance, menunjukkan seberapa mudah ban dapat berputar. Yang diharapkan tentu saja rolling resistance rendah sehingga ban mudah berputar dan berimbas positif terhadap konsumsi bahan bakar yang lebih hemat. Untuk mendapatkan rolling resistance yang rendah, diperlukan gesekan yang rendah antara ban dan jalan.
Yang kedua adalah wet grip, menunjukkan seberapa kuat cengkeraman ban terhadap jalan. Semakin tinggi wet grip, kendaraan bermotor akan lebih cepat berhenti ketika direm secara mendadak. Hal ini berhubungan dengan keamanan dalam berkendara. Menariknya, untuk mendapatkan nilai wet grip yang tinggi membutuhkan gesekan yang tinggi antara ban dan jalan. Sehingga disatu sisi kita menginginkan gesekan yang rendah agar konsumsi bahan bakar irit, namun di sisi lain kita juga menginginkan gesekan yang tinggi agar aman dalam berkendara.
Poin penting yang ketiga dalam magic triangle of tire adalah wear atau aus. Aus ban merupakan peristiwa terkikisnya sebagian material tapak ban karena bergesekan dengan jalan. Semakin sedikit aus maka semakin panjang masa pakai ban, yang pada akhirnya akan mempengaruhi biaya penggunaan ban. Selain itu, aus juga menjadi isu lingkungan karena setiap partikel aus dari ban akan tertinggal di jalan dan pada akhirnya akan menuju tanah ketika terkena aliran air. Seperti yang diketahui, karet bukanlah material yang mudah diuraikan. Bisa dibayangkan berapa banyak partikel karet yang tertinggal di tanah dari ratusan juta ban yang beredar di jalan setiap harinya. Oleh karena itu, meminimalisir aus menjadi salah satu tugas pokok para ilmuan dalam pengembangan ban.
Pada tahun 2012, parlemen eropa melakukan langkah penting dengan membuat undang-undang yang mewajibkan produsen ban mencantumkan label ban yang terdiri dari kualitas rolling resistance, wet grip, dan noise (suara), lihat Gambar 3. Hal ini dimaksudkan agar konsumen dapat mengetahui kualitas ban yang mereka beli hanya dengan melihat labelnya. Label rolling resistance dan wet grip terdiri dari huruf A sampai G. Semakin mendekati A, menunjukkan bahwa ban semakin irit bahan bakar dan aman. Sedangkan noise menunjukkan suara yang dihasilkan oleh ban ketika digunakan untuk berkendara di kecepatan normal (80 km/jam). Semakin kecil noise, semakin baik kualitas ban karena mengurangi polusi suara.
Gambar 3. Label ban di Eropa.
Pada kenyataannya, tingkat konsumsi bahan bakar, keamanan dan tingkat menghasilkan suara dari ban tidak hanya bergantung dari ban itu sendiri, tetapi juga tergantung dari jalan yang dilewati. Sebagus apapun ban, kalau melewati jalan yang tidak bagus maka parameter-parameter di atas menjadi tidak bagus pula. Oleh karena itu, para ilmuan tribologi sedang hangat membahas tentang kemungkinan pemberian label pada jalan agar parameter irit bahan bakar, aman, dan sedikit suara dapat mencapai tingkat yang lebih tinggi lagi. Sehingga yang berkewajiban untuk mencantumkan label kualitas produk tidak hanya produsen ban, tetapi juga kontraktor pembuat jalan.
Beberapa contoh dari aplikasi pemberian label ban dan jalan adalah sebagai berikut: (1) Seseorang yang biasa menggunakan mobilnya untuk bekerja ke luar kota melewati jalan tol, akan berpikir bagaimana mencari ban yang irit bahan bakar dan aman, artinya rolling resistance dan wet grip bagus. Tetapi dia bisa sedikit mengesampingkan noise karena di jalan tol tidak ada rumah penduduk. Sehingga, spesifikasi permukaan jalan tol harus mendukung tercapainya target rolling resistance dan wet grip dari ban. Pemberian label pada jalan akan lebih memudahkan perencana jalan untuk menentukan jenis jalan dengan spesifikasi apa yang akan dibangun. Dengan adanya label ban dan jalan diharapkan pencapaian target menjadi lebih baik. (2) Berbeda dengan orang yang setiap harinya berkendara di jalan dalam kota, faktor noise menjadi salah satu faktor penting dalam menentukan ban yang akan dibeli. Jalan yang dibangun di dalam kota juga seharusnya mempunyai kualitas untuk meminimalisir noise dari ban.
Di Indonesia, pemberian label ban dan jalan belum dilakukan. Hal ini karena masih sedikitnya perhatian pemerintah terhadap aplikasi prinsip-prinsip tribologi dalam penggunaan ban kendaraan bermotor. Ke depan, Indonesia harus segera merumuskannya agar penggunaan ban lebih murah dan ramah lingkungan.
*Tulisan ini terbit dalam majalah Profesi edisi IV/Th.XXVII/2020
[/av_textblock]
[/av_cell_one_full][/av_layout_row]